0

Pasar dan Perahu

Minggu, 17 Oktober 2010


Di pikir-pikir, jadi pingin rekreasi ke masa lalu, ke jaman kerajaan-kerajaan di nusantara, Brama kumbara, arya dwi pangga, gajah mada, pangeran diponegoro, panglima polim apa yah? pokoknya waktu belum ada mobil, motor, taxi (kan mobil juga), odong-odong, apalagi helikopter. Cuman ada kuda, kapal, perahu, gethek, plintheng, kinjeng, dan sebagainya Sungai dan laut menjadi sarana transportasi alam yang sangat vital di masyarakat, nggak butuh diaspal dan bebas polusi. Wah, jadi ingat lagunya mas Iwan Fals, Si Tua Sais Pedati. Pokoknya, green dong, eh, deh. Pasar pasar jaman dulu juga banyak yang dipinggir sungai, bukan hanya di kalimantan seperti Iklan RCTI oke, pedagang dan pembeli banyak yang naik itu perahu kata mbah Gesang (yang nggak gesang lagi atawa almarhum, sorry mbah :) ) . Belum ada indomaret, alpamaret, carepur, matahari, apalagi mirota kampus kita, rumah blanja yang istimewa. terus di sekitar pasar ada kedai-kedai tempat nongkrong para pendekar dari dunia persilatan Indosiar dan TPI, iya kan?

jadi bisa nggak ya, seperti ini digalakkan lagi, sungainya dibersihkan, tanggulnya diperbaiki, pasar tradisional dikembalikan fungsinya (susah seh), terus kebudayaan tepi sungai ( kaya mesopotamia baen koh) diramaikan lagi. negera kita kan banyak sekali sungainya, kalau dioptimalkan fungsinya lagi, apalagi kalau jadi, juga menjadi rawan pariwisata, turis seng arep pacaran,naik perahu, sambil belanja sayur mayur, naik perahu seperti di Green Canyon , ciamis itu loh, tapi ya lebih murah, di gren kanyon 100 rebu buat 5 orang, buat mahasiswa kan mahal.

wes ah, ngelantur terus, ya salah kata dimaapkan. Orang ini ceritanya sedang ngelindur di pinggir sungai, namanya ngelindur ya nggak pake bener salah, apalagi konsep dan paradigma (panganan apa maning, kie?)

bubar jalan.

0 Responses to "Pasar dan Perahu"