0

Ayo Ke Jogja

Minggu, 17 Oktober 2010


Ayo ke Jogja, Tapi jangan lama-lama ya. Bikin padet dan macet nanti, apalagi sampe beli tanah dan Rumah, bikin harga tanah dan Rumah di jogja makin melangit, kasian orang asli nanti nggak kuat beli rumah di kampung sendiri. Ke jogja pelesir aja, apa kuliah, menuntut ilmu, seperti saya dulu. Dulu saya menuntut ilmu, eh, sekarang saya dituntut sama Ilmu. Ilmu yang dulu saya pelajari sekarang menuntut saya supaya difungsikan atau dipekerjakan. Ya sabar, ilmu, genah belum ada pekerjaan yang bener2 sesuai dengan kamu, kan kita orang masih serabutan. Eh, malah curhat, kembali ke jogja tadi. Rumangsaku ini kota la genuine bin original binti asyik masyuk dan berbudaya. Top lah. Enak buat ngapa-ngapain. Singkat kata: Surga Dunia. Tahu kan surga? Yang namanya surga itu damai dan di surga orang tidak memikirkan uang dan bekerja mencarinya. Apa pernah baca di kitab suci apa saja lah, ada ayat yang menyebutkan besok di Surga Masuk jam 8 pagi pulang jam 4 sore? emangnya Pemda. Tidak! Di surga kita tidak perlu kerja nyari duit, pas, seperti jogja, Di jogja tidak perlu kerja nyari duit, soalnya susah, kerjaan cuma sedikit, tdk seperti di Ibu kota, iya mbok?

Jadi pilih mana, Surga apa Ibukota?

0

Nonton Sawah Di Tabanan




Aneh. Nonton kok sawah, mbok nonton bioskop, band, apa wayang kulit, minimal ya opera van jawa. Ceritanya memang sedang sedih, terus jalan-jalan menenangkan diri, sampailah akhirnya di kawasan jatiluwih, tabanan, bali. Gila! jauh banget, dari Sidareja, Cilacap, Sampai Tabanan, Pulau Dewata. Cuma mau nonton sawah. Padahal di belakang rumah sendiri, juga membentang sawah, entah berapa hektar, entah punya siapa.
Nonton sawah, apa yang diingat? ya ingat cita-cita sendiri: pingin jadi petani yang sukses. Sukses tapi petani. Kakeknya petani, orang tuanya petani, dan Insya Allah, saya juga mau jadi petani. Enak Sepertinya jadi petani, tiap hari mengolah tanah mengolah bumi, asal mula kita sendiri, mbok manusia diciptakan dari tanah? jarene kan seperti itu. Damai sekali di hati, bersahabat dengan alam, membenamkan kaki ke dalam lumpur, di semilir angin siang, suara sungai mengalir, amboy....
Tapi kalau ingat penghasilan petani, ya nggak jadi indah itu khayalannya ya? genah petani ajeg miskin, biaya produksi nggak sebanding dengan harga jual, apalagi banyak tengkulak yang main harga, wah susah! Indonesia, katanya bangsa agraris, kok petani susah, apalagi petani beras..jian panjang ini kalau mau diceritakan lah, kesalahan sistem yang sudah terlanjur numpuk undung seh..

wes, mending melamun saja, melihat padi yang hijau hijau kuning
indah memang ya indonesia, sawah sawah terasering bertebaran di mana mana, di bali, di jawa barat, jawa tengah, jawa timur, suriname (mbok jawa kan?)..
Apalagi sore hari begini sehabis hujan, minum kopi apa teh sama pisang goreng dan mendoan. Tapi sudah keliling2, genah di Tabanan nggak ada yang jual mendoan, jangankan jual, denger aja belum pernah, Belum diciptakan sama mas-mas dewata mungkin. Mungkin..

0

Pasar dan Perahu


Di pikir-pikir, jadi pingin rekreasi ke masa lalu, ke jaman kerajaan-kerajaan di nusantara, Brama kumbara, arya dwi pangga, gajah mada, pangeran diponegoro, panglima polim apa yah? pokoknya waktu belum ada mobil, motor, taxi (kan mobil juga), odong-odong, apalagi helikopter. Cuman ada kuda, kapal, perahu, gethek, plintheng, kinjeng, dan sebagainya Sungai dan laut menjadi sarana transportasi alam yang sangat vital di masyarakat, nggak butuh diaspal dan bebas polusi. Wah, jadi ingat lagunya mas Iwan Fals, Si Tua Sais Pedati. Pokoknya, green dong, eh, deh. Pasar pasar jaman dulu juga banyak yang dipinggir sungai, bukan hanya di kalimantan seperti Iklan RCTI oke, pedagang dan pembeli banyak yang naik itu perahu kata mbah Gesang (yang nggak gesang lagi atawa almarhum, sorry mbah :) ) . Belum ada indomaret, alpamaret, carepur, matahari, apalagi mirota kampus kita, rumah blanja yang istimewa. terus di sekitar pasar ada kedai-kedai tempat nongkrong para pendekar dari dunia persilatan Indosiar dan TPI, iya kan?

jadi bisa nggak ya, seperti ini digalakkan lagi, sungainya dibersihkan, tanggulnya diperbaiki, pasar tradisional dikembalikan fungsinya (susah seh), terus kebudayaan tepi sungai ( kaya mesopotamia baen koh) diramaikan lagi. negera kita kan banyak sekali sungainya, kalau dioptimalkan fungsinya lagi, apalagi kalau jadi, juga menjadi rawan pariwisata, turis seng arep pacaran,naik perahu, sambil belanja sayur mayur, naik perahu seperti di Green Canyon , ciamis itu loh, tapi ya lebih murah, di gren kanyon 100 rebu buat 5 orang, buat mahasiswa kan mahal.

wes ah, ngelantur terus, ya salah kata dimaapkan. Orang ini ceritanya sedang ngelindur di pinggir sungai, namanya ngelindur ya nggak pake bener salah, apalagi konsep dan paradigma (panganan apa maning, kie?)

bubar jalan.